Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Seperti tercantum pada ikrar ketiga
Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami
putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini
berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional,
kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, di dalam
Undang-undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36) mengenai
kedudukan bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai dengan Sumpah
Pemuda 1928; kedua, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Negara sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945.[1]
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan kebangsaan,
(2) lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah,
dan antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku
bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam
kesatuan kebangsaan Indonesia.[2]
Sebagai lambang kebanggaan bangsa, bahasa
Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan
kita. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita
kembangkan serta rasa kebanggaan memakainya senantiasa kita bina.
Sebagai lambang identitas nasional,
bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang negara kita. Di
dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki
identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita
yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila
masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga
bersih dari unsur-unsur bahasa lain.
Fungsi bahasa Indonesia yang ketiga –
sebagai bahasa nasional – adalah sebagai alat perhubungan antarwarga,
antardaerah, dan antarsuku bangsa. Berkat adanya bahasa nasional – kita dapat
berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman
sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu
dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari pelosok yang satu ke pelosok yang lain
di tanah air kita dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai
satu-satunya alat komunikasi.
Fungsi bahasa Indonesia yang keempat
dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat yang
memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai-bagai suku bangsa yang memiliki
latar belakang sosial budaya dan bahasa berbeda-beda ke dalam satu kesatuan
kebangsaan yang bulat. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan
berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang
bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada
nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan.
Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu kita dapat meletakkan kepentingan
nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa
Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2)
bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (4)
alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.[3]
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa
Indonesia dipakai di dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan,
baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Termasuk ke dalam
kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-dokumen dan putusan-putusan
serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan
lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.
Sebagai fungsinya yang kedua di dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar
di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai dengan perguruan
tinggi di seluruh Indonesia, kecuali di daerah-daerah, seperti daerah Aceh,
Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar yang menggunakan bahasa daerahnya
sebagai pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Sebagai fungsinya yang ketiga di dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia adalah alat perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional dan untuk kepentingan pelaksanaan pemerintah. Di dalam hubungan dengan
fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi
timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat perhubungan
di dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial, budaya dan bahasanya.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat
yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian
rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang
membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia
kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya
nasional kita.
1.1
Latar Belakang Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Mata kuliah
Bahasa Indonesia merupakan mata kuliah wajib diberikan di semua jenjang dan jalur
pendidikan. Hal ini dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
ditegaskan kembali pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Surat
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
nomor 323/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, Bahasa
Indonesia termasuk dalam Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
bersama-sama dengan Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.[1]
MPK adalah mata kuliah yang menjadi
sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan
mahasiswa mengembangkan kepribadiannya. Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006
tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
di Perguruan Tinggi, menyatakan Visi MPK merupakan sumber nilai dan pedoman
dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan
mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya.
Sedangkan misi MPK membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai
dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta Tanah Air sepanjang
hayat dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni yang dimiliki dengan rasa tanggung jawab. Standar kompetensi yang
wajib dimiliki oleh mahasiswa meliputi pengetahuan tentang nilai-nilai agama,
budaya, dan kewarganegaraan dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari; memiliki kepribadian yang mantap; berpikir kritis,
bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis; berpandangan luas dan bersikap
demokratis yang berkeadaban.
Visi mata kuliah bahasa Indonesia adalah menjadikan
bahasa Indonesia sebagai salah satu instrumen pengembangan kepribadian
mahasiswa menuju terbentuknya insan terpelajar yang mahir berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia.
Sedangkan misi mata kuliah bahasa Indonesia, tercapainya kemahiran mahasiswa
dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk menguasai, menerapkan, dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab
sebagai warga Negara Indonesia yang berkepribadian.
Kompetensi Mahasiswa dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia
1.
Kompetensi
Bahasa Indonesia
Menjadikan mahasiswa ilmuwan dan
profesional yang memiliki pengetahuan dan sikap positif terhadap bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional dan mampu menggunakannya secara
baik dan benar untuk mengungkapkan pemahaman, rasa kebangsaan, cinta tanah air,
dan untuk berbagai keperluan dalam bidang ilmu, teknologi, dan seni serta
profesinya masing-masing.
2.
Standar
Kompetensi
a.
Mahasiswa
mampu menggunakan bahasa Indonesia untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, sikap
ilmiah ke dalam berbagai bentuk karya ilmiah yang berkualitas, baik tulis
maupun lisan, dan
b.
Mahasiswa
mampu menggunakan kemahiran dalam berbahasa Indonesia untuk mengembangkan diri
sepanjang hayat.
3.
Substansi
Kajian
Mata kuliah bahasa
Indonesia sebagai MPK menekankan keterampilan menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara dan bahasa nasional secara baik dan benar untuk
menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
sebagai perwujudan kecintaan dan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia.
Substansi kajian dipadukan ke dalam kegiatan penggunaan bahasa Indonesia
melalui keterampila berbahasa, menyimak, berbicara, dan menulis dengan
keterampilan menulis akademik sebagai fokusnya.
1.1
Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Salah satu fungsi
bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi. Lalu apakah
komunikasi itu? Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary dikatakan Komunikasi
adalah proses pertukaran informasi antar individual melalui system symbol,
tanda, atau tingkah laku yang umum.[1]
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan media bahasa. Bahasa harus
dipahami oleh semua pihak dalam suatu komunitas. Komunikasi merupakan penggerak
kehidupan. Jadi, tidak mungkin dapat dihilangkan karena manusia merupakan
makhluk sosial yang selalu membutuhkan interaksi/hubungan dengan manusia lain.
Dalam era informasi, bahasa akan lebih berperan, perhatikan pendapat Daoed
Joesoef
dalam Minto
Rahayu yang disampaikan pada Kongres Bahasa Indonesia III (1983) di Jakarta: ”Bangsa yang telah maju peradabannya ditandai
tidak saja oleh kemampuannya menguasai alam, membangun industri berat, membuat
jaringan jalan raya, dan sistem pelayanan jasa yang bermutu tinggi, tetapi juga
oleh tingkat pemakaian bahasa dalam keanekaragaman kehidupan.”[1]
Tampaknya peribahasa yang berbunyi “Tong
kosong bunyinya nyaring” sudah tidak tepat lagi dan pernyataan yang berbunyi
“sedikit bicara banyak bekerja dan banyak bicara sedikit kerja” mungkin betul
adanya. Dalam arti orang yang banyak bicara atau yang berkepentingan dengan
bahasa akan sedikit kerja fisiknya karena pekerjaannya adalah berpikir untuk
membuat rencana pekerjaan. Sementara pekerjaan fisiknya diserahkan kepada orang
lain. Orang yang berhadapan langsung dengan pekerjaan fisik tidak
membutuhkan/menggunakan banyak bahasa. Mereka berhadapan dengan benda/alat
kerja yang harus diperlakukan sesuai dengan petunjuk kerja yang telah
digariskan. Demikian ilustrasi pemakaian bahasa dalam kehidupan.
Bahasa dapat berupa bahasa verbal dan
bahasa nonverbal. Bahasa verbal,
digunakan oleh manusia normal dan suasana normal pula, dengan menggunakan unsur
kata-kata sebagai simbol. Bahasa
nonverbal menggunakan isyarat, digunakan misalnya oleh penyandang cacat
fisik (bisu tuli) atau oleh orang normal pada situasi tertentu (bursa saham). Ada bahasa yang digunakan
pada kalangan tertentu, misalnya bahasa gambar sebagai visualisasi gagasan,
seperti fotografi, lukisan, dan simbol; yang masing-masing dapat diukur dengan
rasional logis dan irasional abstrak.
Berkomunikasi berarti menyampaikan pesan kepada seseorang untuk direspons.
Agar respons sesuai dengan harapan, bahasa harus disusun dengan baik dan benar
dan dipahami oleh kedua belah pihak. Berkomunikasi adalah juga hubungan
manusiawi, maka kita harus memperhatikan lawan bicara. Sikap berbahasa kepada
teman sebaya tidak boleh dipergunakan juga pada orang tua, guru, dosen, atau
orang yang usianya lebih tua; begitu pun sebaliknya. Selain itu, kita harus
memperhatikan tempat dan suasana berbahasa; berbahasa di pasar tentu berbeda
dengan berbahasa di tempat formal, seperti di arena diskusi, seminar, kuliah.
Di pasar, kita menggunakan bahasa sederhana yang penting cukup memberikan
informasi kepada lawan bicara, sedangkan pada tempat yang formal, kita menggunakan
bahasa baku agar informasi yang diberikan lengkap, jelas, dan berwibawa..
1.1
Sejarah bahasa Indonesia
Sumpah Pemuda, 28
Oktober 1928, merupakan langkah awal bahasa Indonesia mempunyai fungsi majemuk,
menjadi bahasa persatuan, bahasa negara, bahasa resmi, bahasa penghubung antar
individu, bahasa pergaulan, dan yang tak kalah penting sebagai bahasa pengantar
di semua sekolah di Indonesia. Bangsa Indonesia dilatarbelakangi oleh
beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai bahasa daerahnya yang
menjadikannya bahasa pertama. Walaupun masih banyak orang menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua, sekarang makin banyak menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pertama.Tidak banyak negara di dunia, terutama negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia ke-2 yang seberuntung bangsa Indonesia, begitu merdeka, kita memiliki bahasa nasional. Lihat saja negara tetangga kita, Filipina, Singapura, Malaysia, India; menginginkan bahasa sendiri, tetapi sampai sekarang masih menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa mayoritasnya. Bahasa kita yang dinamai bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Melayu, yaitu salah satu bahasa daerah di bumi nusantara ini. bahasa Indonesia, digunakan sebagai salah
satu alat yang mempersatukan bangsa yang
bersuku-suku, untuk mengusir penjajah Belanda dan meraih kemerdekaan.
Selanjutnya, bahasa ini digunakan dalam berbagai kehidupan secara luas, maka
tidak ada yang memprotes ketika bahasa Melayu dinobatkan menjadi bahasa Indonesia.
Apa
sebenarnya Bahasa Indonesia?[1]
1.
Prof.
Dr. A. Teeuw (sarjana Belanda)
Bahasa Indonesia ialah bahasa perhubungan
yang berabad-abad tumbuh dengan perlahan-lahan di kalangan penduduk Asia
Selatan dan setelah bangkitnya pergerakan rakyat Indonesia pada abad XX dengan
insyaf diangkat dan dimufakati serta dijunjung sebagai bahasa persatuan
2.
Amin
Singgih
Bahasa Indonesia ialah
bahasa yang dibuat, dimufakati, dan diakui serta digunakan oleh masyarakat
seluruh Indonesia
sehingga sama sekali bebas dari unsur-unsur bahasa daerah yang belum umum dalam
bahasa kesatuan kita. Dengan kata lain, bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu
yang sudah menyatu benar dengan bahasa suku-suku bangsa yang ada di kepulauan
nusantara. Adapun bahasa daerah yang disumbangkan, betul-betul telah menyatu
dan tidak lagi terasa sebagai bahasa daerah.
3.
Prof.
Dr. R.M. Ng. Purbatjaraka
Bahasa Indonesia ialah
bahasa yang sejak kejayaan Sriwijaya telah menjadi bahasa pergaulan atau lingua franca di seluruh Asia Tenggara.
Jadi, Bahasa Indonesia tak lain adalah bahasa
Melayu yang telah menyatu dengan bahasa daerah dan bahasa asing yang berkembang
di Indonesia.
Mengapa
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia didasarkan atas pertimbangan yang
rasional, baik secara politik, ekonomi, dan kebahasaan, yaitu
1.
Bahasa
Melayu telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia (lingua Franca).
2.
Bahasa
Melayu diterima oleh semua suku di Indonesia, karena telah dikenal dan
digunakan sebagai bahasa pergaulan, tidak lagi dirasakan sebagai bahasa asing.
3.
Bahasa
Melayu bersifat demokratis; maksudnya tidak membeda-bedakan tingkatan dalam
pemakaian sehingga meniadakan sifat feodal dan memudahkan orang mempelajarinya.
Bahasa Melayu
bersifat reseptif; artinya mudah menerima masukan dari bahasa daerah lain dan
bahasa asing sehingga mempercepat perkembangan bahasa Indonesia di masa
mendatang.
1.1
Penilaian Terhadap Bahasa Indonesia
Ada beberapa anggapan
negatif yang kurang mendukung keberadaan bahasa Indonesia, antara lain sebagai
berikut.
1.
Menganggap
Bahasa Indonesia ada Secara Alamiah
Penerimaan
secara aklamasi bahasa Melayu menjadi bahasa nasional, bahasa Indonesia,
dirasakan sebagian masyarakat sebagai peristiwa alamiah. Dalam arti sebagai
suatu bahasa yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan bahasa itu dengan sejarah pemiliknya.
Dengan demikian
terjadi kesinambungan dan penyerapan yang kuat serta rasa setia bahasa antara
kegiatan kejiwaan bangsa itu dengan bahasanya. Pemilihan kata, penggunaan
unsur-unsur tata bahasa, dan unsur lain seperti gaya, lagu, tekanan, akan tumbuh dengan
sendirinya saat berbahasa. Karena itu, pembinaan terhadap bahasa tersebut tidak
perlu diperlakukan secara terencana.
1.
Menganggap
Bahasa Indonesia itu Mudah
Bagi sebagian
besar bangsa Indonesia,
bahasa Indonesia adalah bahasa kedua, namun sebagian besar dapat berbahasa Indonesia.
Kemampuan berbahasa Indonesia
sebagai alat penghubung menjadi tuntutan utama bagi setiap warga Negara Indonesia untuk
berhubungan dengan orang-orang dari daerah lain atau suku lain.
Kelancaran
berbicara dan jarangnya terjadi salah kontak pada waktu berhubungan dengan
pemakai bahasa Indonesia dengan orang-orang, baik di kantor, di pasar, di
pertemuan-pertemuan, dan tempat-tempat lainnya; menumbuhkan perasaan mampu
berbahasa Indonesia.
Perasaan tersebut menimbulkan keengganan mempelajari bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh;
karena tanpa belajar pun mereka, kenyataannya mampu berbahasa tersebut.
Akibatnya, penggunaan bahasa Indonesia masyarakat, pada umumnya hanya terbatas
sampai sebagai alat penghubung belaka dan tidak pernah akan meningkatkan
sebagai sarana berpikir dan mengutarakan pikiran-pikiran yang bersifat ilmiah.
2.
Menganggap
Bahasa Indonesia Lebih Rendah dari pada Bahasa Asing
Perkembangan
suatu bahasa berjalan seirama dengan perkembangan bangsa pemiliknya. Baik
bahasa maupun bangsa Indonesia
masih muda usianya. Tidaklah heran jika dalam sejarah pertumbuhannya mendapat
pengaruh dari negara-negara lain yang lebih dulu maju. Perkembangan ilmu saat
ini dikuasai oleh negara-negara Barat, dan wajar jika bahasa mereka
mempengaruhi bahasa kita. Akhirnya, masuklah istilah-istilah asing ke dalam
bahasa Indonesia karena istilah Indonesianya belum ada. Karena sifat bahasa
Indonesia yang reseptif, kondisi ini tidak perlu dikhawatirkan.
Berangkat dari
hal ini, timbul pada benak orang anggapan yang kurang baik terhadap bahasa Indonesia,
apalagi di era globalisasi ini. Bahasa Indonesia dianggap tidak mampu mendukung
ilmu pengetahuan modern, tidak seperti bahasa Inggris, misalnya. Akhirnya,
muncul sikap mendewakan bahasa Inggris, khususnya dan bahasa asing lainnya.
Dengan demikian, kemampuan berbahasa asing dijadikan ukuran keterpelajaran
seseorang. Hasilnya, hasrat untuk mempelajari bahasa asing lebih tinggi
dibandingkan dengan hasrat mempelajari bahasa sendiri. Ditunjang lagi oleh
kenyataan adanya dampak sosial yang lebih baik bagi orang-orang yang mampu
berbahasa asing dibandingkan dengan yang mampu berbahasa Indonesia.
Berangkat dari
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia yang sangat strategis bagi keberadaan
bangsa dan negara Indonesia,
maka sikap positif yang diharapkan
untuk bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
Bangga
Berbahasa Nasional, Bahasa Indonesia
Hanya sedikit
bangsa-bangsa di dunia yang menggunakan bahasanya sendiri. Pemilihan bahasa
Melayu sebagai bahasa Indonesia tidak menimbulkan persaingan meskipun banyak
bahasa daerah di Indonesia
yang lebih baik. Selanjutnya, bahasa Indonesia mempunyai kemampuan yang tinggi,
bukan saja sebagai alat penghubung yang sempurna, melainkan juga dalam
penggunaannya di bidang ilmu pengetahuan; baik ilmu sosial maupun ilmu pasti;
baik ilmu murni maupun ilmu terapan. Sebagai pengucap kesusastraan pun bahasa
Indonesia telah membuktikan dirinya sebagai bahasa yang tangguh dan terpercaya.
Perhatian dan
minat bangsa-bangsa asing mempelajari Bahasa Indonesia dan menerjemahkan
karya-karya berbahasa Indonesia ke dalam bahasa asing; tentunya menguatkan lagi
kenyataan bahwa sebagai bahasa budaya yang kreatif, bahasa Indonesia mampu
menyejajarkan diri dengan bahasa-bahasa asing yang umumnya telah mempunyai masa
perkembangan lebih lama. Melihat hal ini, seharusnya kita bangga. Usaha
menaikkan harga diri dengan cara memasukkan bahasa asing yang tidak perlu dalam
setiap kesempatan berbahasa, menandakan kepicikan dan keengganan melihat
kenyataan.
2.
Mempunyai
Rasa Setia Bahasa
Sesuai dengan
fungsinya sebagai identitas nasional, Bahasa Indonesia harus memiliki ciri khas
sendiri. Artinya, harus mempunyai kaidah yang membedakan dengan bahasa lainnya.
Sebagai pemilik, kita harus mempertahankan identitas tersebut dengan
menjauhkannya dari pengaruh asing yang tidak memperkuat identitas nasional.
Berbahasa Indonesia di
setiap kesempatan dengan mematuhi kaidai-kaidah yang berlaku sesuai dengan
situasinya merupakan kewajiban kita sebagai perwujudan rasa setia kita terhadap
bahasa nasional, bahasa Indonesia.
3.
Merasa
Bertanggung Jawab atas Perkembangan Bahasa Indonesia
Sesuai dengan
kedudukannya sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia adalah milik semua warga
negara Indonesia.
Hal ini berarti, baik atau buruknya nasib bahasa Indonesia serta mampu atau
tidaknya mengikuti derap kemajuan ilmu pengetahuan, sepenuhnya terletak di
pundak seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya di tangan guru dan ahli
bahasa Indonesia. Jadi, sadar atau tidak, senang atau tidak, kita dituntut
membina dan mengembangkan bahasa Indonesia agar bukan saja mampu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga kalau mungkin
mendudukkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang terpandang di tengah-tengah
pergaulan dunia.
Sejalan dengan hal
tersebut, seyogyanyalah kita prihatin menyaksikan pemakaian bahasa Indonesia
dalam masyarakat sekarang ini. baik yang disaksikan dalam lingkungan pendidikan
maupun dalam pergaulan masyarakat umum, seperti di koran-koran, majalah, radio,
televisi, iklan, dan sebagainya; tak terlihat usaha untuk memperbaiki bahasa
yang kita miliki. Kesadaran bahwa bahasa Indonesia adalah milik kita dan
tanggung jawab kita, tampaknya belum merata dimiliki seluruh warga negara.
Tidak berlebihan, jika dikatakan bahwa nasionalisme kita dalam berbahasa masih
sangat tipis. Kepekaan kita terhadap kesalahan bahasa yang kita pakai atau yang
kita saksikan, belum terlihat nyata.
1.5 Kegunaan Menulis di Perguruan Tinggi
Dalam menetapkan kebijakan yang
menyangkut penyebarluasan, penggunaan, dan pengembangan bahasa Indonesia di
semua jenjang dan jalur pendidikan formal menjadi sangat penting karena bahasa
Indonesia menjadi perekat persatuan bangsa Indonesia. Tidak dapat dibayangkan
seandainya bangsa kita tidak menjunjung tinggi bahasa Indonesia (Sumpah
Pemuda); komunikasi antarkelompok etnis akan terhambat, kecuali jika memutuskan
untuk “meminjam” bahasa asing sebagai bahasa perantara.
Kesungguhan kita menjunjung tinggi bahasa
Indonesia, dibuktikan dengan
mengajarkannya tak putus-putus mulai Taman Kanak-kanak
(TK) sampai Perguruan Tinggi (PT). Di sini membuktikan bahwa untuk mampu
berbahasa Indonesai diperlukan waktu
yang sangat panjang.
Ketika masuk PT, mahasiswa telah
mempelajari bahasa Indonesia selama 12 tahun, waktu yang cukup lama, tetapi
belum cukup memberikan kemampuan yang dibutuhkan di PT. Akibatnya, pelajaran
Bahasa Indonesia PT seakan mengulang
pelajaran yang pernah diberikan di tingkat sebelumnya. Seharusnya Bahasa
Indonesia di PT dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa untuk mampu menggunakan
bahasa Indonesia dalam berbagai jenis kegiatan perkuliahan, berbagai jenis yang
berbentuk tugas, laporan tugas akhir (skripsi, tesis, disertasi) yang harus
menggunakan ragam bahasa ilmiah. Yaitu bahasa yang baku dan lugas agar pikiran yang disampaikan
secara objektif dalam segala bentuk tulisan ilmiah tidak dikotori oleh sikap
subjektif penulis. Bahasa baku tidak harus kaku
karena kebakuan bahasa tidak lepas dari gaya
penulisan, yang penting dapat menjelaskan hal rumit menjadi jelas, menguraikan
hal yang sulit menjadi mudah, bukan sebaliknya.
Kemampuan menulis mutlak didasarkan atas
kemampuan memahami bacaan karena berbahasa hakekatnya adalah meniru. Bahan
bacaan adalah bahan untuk ditiru, orang yang pandai membaca akan lebih cepat
mampu memahami konsep ejaan, morfologis, diksi, kalimat, dan karangan tanpa
harus membicarakan batasan dari istilah tersebut. Itulah sebabnya membaca harus
menjadi kegiatan utama dalam pelajaran bahasa Indonesia;
bagaimana mungkin mahasiswa dapat menulis laporan tugas akhir jika mendeteksi
dan memahami gaya
dan makna editorial di koran saja tidak mampu.
Secara harfiah, menulis berarti
menuangkan pikiran/gagasan/fakta dalam bentuk tulis. Kegiatan menulis merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran seorang mahasiswa selama
menuntut ilmu di perguruan tinggi. Pada setiap semester mahasiswa harus menulis
makalah/tulisan lain, adakalanya untuk semua mata kuliah yang ditempuh. Melalui
kegiatan menulis ini mahasiswa diharapkan akan memiliki wawasan yang lebih luas
dan mendalam mengenai topik yang ditulisnya.
Perguruan tinggi sebagai penghasil
manusia penganalisis, selalu berkepentingan dengan laporan, karena penelitian
merupakan urat nadi bagi seorang ilmuwan. Yang diharapkan dalam laporan ini
ialah agar mahasiswa/insan akademis mempunyai keterampilan dalam mengadakan
pendekatan rasional terhadap fenomena-fenomena yang dijumpai. Hasil atau
kesimpulan yang ditarik harus dapat memperkaya khasanah perbendaharaan ilmiah di
bidangnya. Dengan demikian, diperlukan koordinasi informasi untuk menjaga agar
tidak terjadi penelitian/percobaan dengan objek dan metode yang sama.
Kegiatan menulis mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu
a.
lebih
mengenali kemampuan dan potensi diri,
b.
dapat
mengembangkan berbagai gagasan,
c.
dapat
banyak menyerap, mencari, serta menguasai,
d.
dapat
mengorganisasikan pikiran secara sistematis serta mengungkapkan secara
tersurat,
e.
dapat
menilai pikiran kita sendiri secara lebih objektif.
f.
Lebih
mudah memecahkan permasalahan,
g.
Mendorong
kita belajar secara aktif, dan
h. Membiasakan kita
berpikir serta berbahasa secara tertib.
Tulisan
di tingkat perguruan tinggi memerlukan syarat yang cukup kompleks, di antaranya
bermakna jelas/lugas, merupakan kesatuan yang bulat, singkat dan padat, serta
memenuhi kaidah kebahasaan. Untuk itu, mahasiswa dituntut beberapa kemampuan,
yaitu pengetahuan tentang apa yang
akan ditulis yang menyangkut isi tulisan
dan bagaimana menuliskannya, yang
menyangkut aspek-aspek kebahasaan dan
teknik penulisan. Semua ini erat hubungannya dengan proses berpikir yang menyangkut memilih topik, membatasi topik,
mengembangkan pikiran, menyajikan dalam kalimat dan paragraf yang disusun
secara logis dan sistematis.